Selasa, 16 Juni 2009

POST HARDCORE OR EMO?

Dulu ada sebuah masa ketika muda-mudi ini disebut EMO-KIDS dan mereka seperti ini







Dan demi Tuhan saya harap mereka tidak pernah berubah seperti ini






Emo kids istilah yang lebih sering pada masa - masa sekarang ditambatkan pada anak-anak berambut poni lempar (padahal gaya poni lempar pertama kali dipopulerkan orang-orang new wave di tahun 80an dan Phillip Oakey dari Human League sebagai pelopornya dan kemudian entah bagaimana emo kids mengadopsi gaya tersebut untuk kemudian diklaim sebagai gaya emo)



dengan celana pensil alias celana ketat dengan bagian betis superketat.
Stereotip kebanyakan yaitu mendengarkan musisi dengan nama genre sama (ini sekte atau klan ya?)yaitu Emo, dengan lirik cenderung tersirat keputusasaan , kecemburuan brutal, sok puitis dan merasa puitis hanya dengan tambahan kata - kata "i love you til my heart bleeds" atau "cut my wrist and blind my eyes",benar - benar menyimpan makna yang sangat sado masokhis,mungkin bisa dibilang tengku fakhri anak emo ya hehehehehe.Disamping itu band - band yang membawakan musik "emo" ini biasanya menyisipkan teriakan atau lebih sering disebut scream bahkan bisa sampai taraf growling dengan begitu rapinya sampai terkadang terdengar sintetik atau diada - adakan untuk tujuan mencapai nuansa penuh emosi.Bahkan ada yang membentuk suatu komunitas dan terfokus pada pamer - pameran gaya berpakaian dan obrolan tentang musik yang menurut mereka "emo" padahal belum tentu.Bahkan ada yang menempelkan kata emo pada gambar band "OASIS",kalau taraf ini sudah gawat friend (www.emo-united.com). Mungkin sebelumnya telah ada situs - situs yang telah memberi penjelasan dengan author langsung dari musisi pelaku ataupun scenester kala itu(www.fourfa.com, www.youdontknowemo.tk) atau bahkan menulis buku tentangnya(Nothing Feels Good: Punk Rock, Teenagers and Emo by Andy Greenwald kontributor SPIN magazine dan seorang observer diluar scene Eric Grubbs dengan bukunya Post: A Look at the Influence of Post-Hardcore-1985-2007),namun semakin banyaknya reaksi "Hei ternyata Christie Front Drive keren juga,belum pernah kepikiran dengerin kayak gini" atau "wau baru tahu itu" membuat saya perlu menyampaikan bagaimana sebenarnya sesuatu yang disebut "emo" atau Post Hardcore.

Sejarah

1980an


Setelah bubarnya Minor Threat pada akhir 1983, scene hardcore-punk Washington.DC yang sedang bergaung dan meledak di 1981 nampaknya mengalami kejenuhan dan kehabisan ide segar dalam sound DC hardcore yang established. Piringan hitam paska bubar sang Minor Threat 7" "Salad Days" rilis pada 1984 dan akhirnya menancapkan nisan pada scene DC hardcore-punk. Band - band di seantero negeri mulai mengkasting hal - hal baru untuk ditawarkan. DRI dan Bad Brains mulai memainkan cheeze-metal, band-band New York mulai melakukan moshing yang brutal, 7Seconds mulai terdengar jangly U2 alternative, dll. Perubahan paling mendasar pada D.C. adalah terhadap melodic rock dengan punk sensibilities dengan kata lainnya semacam new wave atau ini mungkin yang di britania raya disebut era Post-punk namun karena di amerika yang berada pada titik kulminasi adalah hardcore punk maka media menyebutnya era Post-Hardcore.

1984 menandai rilisnya Zen Arcade oleh band Minneapolis Hüsker Dü, mendokumentasikan sound yang lebih matang menggabungkan amarah, pembawaan vokal yang intense and gitar yang menderu layaknya motor dengan tempo rock yang dipelankan dan songwriting melodik yang lebih rumit.

Pada musim semi 1984, sebuah band bernama Rites Of Spring terbentuk dari anggota - anggota The Untouchables/Faith dan Deadline. Band ini membawakan kecepatan punk and disonansi suara.Namun membawa pendekatan vokal yang sama sekali belum pernah ada terhadap campuran ini. Sang vokalis Guy Picciotto membawa sebuah gaya-kehabisan-nafas punk setiap saat, sembari tenggelam secara intens dalam lirik yang personal ditingkahi dengan emosi dan keringat. Suaranya pecah pada momen klimaks menjadi rontaan serak, berkerikil layaknya jalan dan penuh penjiwaan.Untuk kemudian gaya ini diteruskan pada bandnya paska Rites Of Spring dengan gitar lebih mengawang melodis dan lebih indie-rock yaitu One Last Wish.Dengan penulisan lirik lebih fokus pada pertemanan dan cinta yang ditulis dengan indah penuh metafora.


Musim panas 1985 menjadi dikenal dengan "Revolution Summer" ketika gelombang baru band - band dengan rock-tempo, melody based, vocal bernyanyi terbentuk dari kumpulan musisi DC punk dengan sound rock beragam - Three, Gray Matter, Soulside, Ignition, Marginal Man, Fire Party, Rain, Shudder to Think, dll. Beberapa band tetap membawakan sound fast hardcore punk-based dengan pendekatan vokal yang baru, Dag Nasty menjadi perkecualian yang terlihat.

Vokalis Minor Threat, Ian MacKaye, bernyanyi pada band Embrace (bandingkan dengan nama DC bandnya sebelumnya - Minor Threat, Void, and State Of Alert) yang mana liriknya emosional dan secara mendalam mempertanyakan diri(filosofis berbau pencarian jati diri) ,namun masih jernih dan tak ambigu. Secara musikal, grup ini(dibentuk oleh sebagian besar anggota ex-Faith) menulis musik midtempo, somewhat jangly dengan banyak melodi dan hook gitar pop . Vokal MacKaye mendapat trademarknya yaitu deklamasi tegas dengan hanya sesekali percikan emosional yang muncul.

Beberapa sound dari band-band ini kemudian dikenal sebagai "suara D.C" klasik. Beberapa darinya secara turunan dilabeli "emo," sebagai kependekan untuk "emotional.".entah berasal darimana istilah ini, namun ada rumor bahwa istilah ini terdengar ketika Guy Picciotto pertama bermain salah seorang penonton berkata "oh God,your singing is so "emotional" . Lainnya dikatakan bahwa istilah ini muncul pertama saat interview Ian Mackaye dengan majalah Flipside . Tak lama kemudian DC bands mendapatkan label "emo-core."

Sesaat setelahnya (1986), beberapa band mulai untuk fokus pada elemen "emo" itu sendiri. The Hated di Annapolis (dekat D.C.) nampaknya menjadi post-Rites of Spring pertama yang melakukan ini. Setelah itu, Moss Icon muncul di kota yang sama. Moss Icon mengejawantahkan elemen "emo" sampai pada intinya ,dan memberikan beberapa melodi gitar yang mendetail, terarpeggiasi (oleh Tonie Joy, nantinya bergabung dalam Born Against, Lava, Universal Order of Armageddon, dll.) dengan fokus pada dinamisme keras/pelan. Vokalnya pula, sebuah gebrakan baru dengan membangun teriakan aktual di-puncak-nafas pada klimaks lagu.


Moss Icon, sebuah band yang relatif terkenal dan menjalankan beberapa tur, memperkenalkan kepada scene punk pada musik yang core emphasis pada emosi daripada energi punk. Mungkin Rites Of Spring memperkenalkannya namun Moss Icon menyempurnakannya. Nantinya emo bands akan terpengaruh secara berat dari dinamisme Moss Icon , gaya guitar ,dan pembawaan vokalnya.


1990an



Tak nyaman rasanya membicarakan emo 90an tanpa Jawbreaker dan Sunny Day Real Estate. Jawbreaker dengan rilisan 1992nya yaitu Unfun dan Sunny Day Real Estate dengan rilisan sub pop 1994 yaitu Diary ikut merasakan getah dari new emerging punk hero yaitu Nirvana dengan Nevermindnya.Ya "emo" perlu menyatakan terima kasihnya atau kekesalannya pada media 90an yang mendewa-dewakan grunge scene yang ikut mengimbas pada scene emo yang saat itu sebuah populasi besar yang terabaikan.Jawbreaker dianggap sebagai batu loncatan dari emo kontemporer, besar dari scene HC-PUNK San Fransisco,mereka menggabungkan nafas hardcore-punk dengan sensibilitas pop-punk yang terlihat pada irama dan gaya bernyanyi Blake Schwarzenbach yang cenderung street punk namun masih in tune dengan lirik yang bertemakan frustasi dan introspeksi diambil langsung dari buku hariannya sendiri menjadi magnet yang universal bagi fans dan penonton.Blake juga sebagai "emo" idol pertama karena fans lebih relate kepada sosoknya daripada lagu itu sendiri.



Album "24 hour revenge therapy"menjadi yang paling disukai dan favorit fans .Kemudian mereka mengikat kontrak dengan Geffen Record untuk merilis album major " Dear You". Mereka beberapa kali tur dengan Green Day dan Nirvana namun album mereka secara luas kurang diminati.Kemudian Blake membentuk band lain di bawah nama Jets to Brazil yang kemudian bubar pada tahun 2003.Mungkin keberadaan mereka
kurang terlihat massa namun banyak band-band setelahnya mencatut nama Jawbreaker sebagai influencenya.


Sebaliknya Sunny Day Real Estate berkebalikan dengan image Jawbreaker yang tegas dan hantam kromo dengan kurangnya skill mereka.SDRE terdiri dari personil yang melek musik dan berkemampuan tinggi , alat mahal dan ambisi musikal besar. Dengan pembawaan musik yang lebih mendayu namun tetap keras terkadang hampir seirama dengan Nirvana. pada album Nevermind .Jeremy Enigk sang vokal bernyanyi dengan falsetto terkadang seperti menenggelamkan diri dalam lirik yang pretensius romantik.Inilah yang membuat emo semakin diasosiasikan dengan lirik cinta dengan balutan hardcore-punk slow tempo melodis daripada akar politis punk rocknya yang dulu masih terdengar pada Rites Of Spring,Gray Matter dan Embrace.



Kemudian pada pertengahan 90an band-band baru yang menggabungkan kerasnya HC-Punk dengan intelegensi Indie-rock bermunculan.Dengan beat dan bpm tak terduga dan gaya bernyanyi lembut transisif ke keras dengan tak terduga pula menghiasi dunia emo underground kala itu juga meleburkan kekuatan anthemik punk rock dan etos kerja DIY yang diwarisi dari HC-PUNK.Dengan suksesnya Dookie dari Green Day dan Smash dari The Offspring, kepopuleran underground menuju mainstream membuat para musisi era post-hardcore mengolah musik mereka,memutasinya dan membuatnya lebih rumit atau bahkan lebih simple.Beberapa band dari amerika serikat bagian tengah seperti Braid dari Champagne-Urbana,Illinois, Christie Front Drive dari Denver, Colorado, Mineral dari Austin, Texas, Jimmy Eat World dari Mesa, Arizona, The Get Up Kids dari Kansas City, Missouri, dari The Promise Ring dari Milwaukee, Wisconsin disebut - sebut sebagai yang berpengaruh pada gaya bermain band - band setelahnya.




Braid dan Cap N Jazz yang sama-sama dari midwest america dianggap sebagai pelopor peleburan kompleksitas math rock dengan lirik metafora yang sangat sulit diinterpretasikan.Dengan lagu "Harrisson Ford" yaitu bertemakan introspeksi diri tentang menjadi seorang laki-laki tegar dan ideal dibalut tempo yang mengagetkan dari pelan kemudian dibawa ke serangan tiba-tiba beat kencang yang kemudian dikembalikan lagi ke pelan.Cap N Jazz dengan lagu Little League menggambarkan semangat olahraga dan semangat cinta SMA dengan balutan lirik yang terkadang susah diinterpretasikan karena penggunaan istilah yang aneh namun dinyanyikan secara mentah namun berfluktuasi seiring irama lagu dan anehnya semua lagu bernada ceria walaupun ada tema patah hati dan bullying,juga mereka yang pertama menggunakan terompet pada lagu-lagu mereka sungguh hal yang di luar kebiasaan.Hal ini diikuti oleh sekelompok pemuda di bawah nama At The Drive In namun dengan lirik lebih politis dan penuh amarah dalam balutan latin ,progresif rock dan serangan hardcore kental yang bisa didengar secara jelas lewat teriakan-teriakan Cedric Bixler Zavala layaknya Guy Picciotto dulu.



Kemudian disusul band yang mengedepankan vokal mentah dan cenderung teriak tanpa arah dengan mengikuti alur lagu seperti Portrait , dan Yaphet Kotto ,Nation Of Ulysses,Orchid dan Saetia, yang lebih mirip grindcore namun diselingi melodic hardcore.Band inilah yang kemudian disebut sebagai Screamo yang mengandalkan vokal tanpa bernyanyi namun atmosfir lagu dibuat semelodius mungkin dan se hardcore mungkin.



Adapun dari New York yaitu Texas Is The Reason menjembatani indie rock dan emo secara gamblang dalam masa hidup mereka yang selama 3 tahun.Dengan lirik yang langsung dari buku harian tanpa metafora dan lebih straight to the point diliputi ironi dan sinisme terhadap cinta.Tahun 1995 album mereka Do You Know Who You Are? dirilis oleh Revelation records dan terjual ribuan kopi,sebuah jumlah yang lumayan untuk band emo saat itu dan menginspirasi band - band New Jersey dan Long Island macam Thursday, Glassjaw,Taking Back Sunday,Saves The day ,Senses Fail,Midtown dan bahkan My Chemical Romance sekalipun.



The Promise Ring kemudian mengambil jalur lebih halus,pop punk dan merakyat dengan lirik - lirik cinta diikuti The Get Up Kids dengan mengurangi kompleksitas math rock dan lebih mengandalkan beat catchy daripada berusaha menjadi cerdas.Yang kemudian diteruskan oleh solo act Dashboard Confessional,mantan vokalis Further Seems Forever yang kemudian membentuk Dashboard Confessional di tahun 1999 dengan penampilan pertama bersenjatakan gitar akustik namun dengan jangkauan vokal luar biasa dan lirik cinta yang puitis aktual tanpa mengurangi estetika atau terkesan komersil.Band ini mencapai keterkenalan mainstream setelah lagu Screaming Infidelities mencapai nomor 5 pada tangga lagu billboard 2002 dan Vindicated menjadi soundtrack Spiderman 2.

2000an



Awal 2000an menjadi tahun yang subur bagi band seperti Story Of The Year,Yaking Back Sunday, Senses Fail, Dead Poetic,The Used, My Chemical Romance dan Dashboard Confessional mulai mendapat perhatian massa,karena media mulai memblow up mereka dan atas kejenuhan musik di penghujung tahun 1999 maka media pun mencari mangsa baru. Dengan pendekatan The Promise Ring dan The Get up Kids untuk emo yang lebih pop dan catchy Dashboard Confessional dan Story Of The Year memikat fans dengan lirik cinta mereka.My Chemical Romance dan The Used mengambil juga jalur cinta namun dengan balutan lebih gothic gelap lebih ke penyiksaan diri karena banyaknya kata-kata blood and cut mengambil influence dari Texas Is The Reason untuk gaya bernyanyi dan Orchid atau Saetia untuk dinamika lagu.Dengan gaya rambut poni lempar menutupi wajah dan baju gelap-gelap mungkin ini yang jadi inspirasi para fans membuat cult of personality dan cult of fashion dari emo sendiri . Media kemudian mendowngrade hal-hal tersebut dan mengasosiasikannya dengan term "emo" dan menjadi sumber hujatan banyak pihak bahkan di meksiko pada tahun 2008 sekelompok pemuda bergaya emo dipukuli sampai kritis bahkan mereka menyatakan perang terhadap kelompok yang mengasosiasikan diri dengan segala hal berbau "emo".8 Mei 2008 seorang gadis bernama Hannah Bond ditemukan mati gantung diri setelah beberapa hari pernyataannya tentang bunuh diri yang glamor karena inspirasi dari album My Chemical Romance yang bercerita tentang pria yang sekarat karena kanker dan kehilangan semangat hidup.



Namun terlepas dari itu banyak band yang kembali menggali kearifan emo lama seperti Cap n Jazz dan Embrace dan menambahkan unsur lainnya seperti post-rock dan bahkan noise rock.Seperti band City Of Caterpillar,Envy, Mutiny On The Bounty ,Appleseed Cast dan Street Small Cyclist.Tanpa dandanan yang self-associated to emo atau segala macam pernak-pernik fashionnya.Inilah mungkin yang seharusnya disebut Post hardcore.



Jadi kesimpulannya post hardcore atau istilah paling merakyatnya "emo" adalah suatu subgenre dan tidak lebih dari itu karena dalam ethic dan radikalisasinya menganut DIY dari
pendahulunya yaitu Hardcore Punk.Bukan sebuah subkultur yang mempunyai pakem gaya rambut,gaya berpakaian, filosofi dan sebuah komunitas, bukan pula sebuah cult of personality
layaknya hitler atau stalin yang setiap gayanya atau gerak geriknya ditiru layaknya nabi mungkin masa kini bisa dilambangkan oleh pemujaan para muda terhadap gaya berpakaian
Gerard Way dkk atau The Used.



Bukan pula ajakan untuk bunuh diri namun lebih ke sebuah pencarian jati diri,introspeksi pada tiap liriknya dibalut metafora dan puisi yang sama
sekali tidak cemen dengan kata demi kata penuh perhitungan.Karena pada dasarnya emo masih mempunyai unsur hardcore punk dan banyak band yang terdengar bernyanyi emosional atau
dengan alur lagu yang angular lebih memilih disebut band punk atau membiarkan media melabeli mereka dengan sebutan lebih bradab yaitu POst Hardcore.Akhir kata kritik - kritik
tajam di atas bukan untuk menjatuhkan atau mengutuk suatu kesalahkaprahn ini namun untuk memberikan pandangan yang lebih faktual tentang apa yang diatributkan oleh muda-mudi masa
kini.



Berikut Beberapa rekaman yang essensial yang membentuk emo sampai sekarang

1. Rites of Spring - "End on End" (Dischord the best of rites of spring 1991 remastered):pelopor sekaligus founding father,gaya bernyanyi penuh penjiwaan tanpa kurang energi punk satupun,Guy Picciotto benar-benar menemukan sesuatu)

2.Embrace - "Dance Of Days"(Dischord 1986):Band yang pertama kali dijuluki emo-core oleh media yang juga ditujukan pada Rites Of Spring kemudian membantahnya. Balutan gitar melodis ala indie rock dan vokal dengan sesekali percikan emotif membuat lagu - lagu mereka yang sedikit terdengar minimalis menjadi tak terduga.(Kedua pentolan grup Rites Of Spring dan Embrace yaitu Guy Picciotto dan Ian Mackaye kemudian membantuk Fugazi)

3.Sunny Day Real Estate - "Diary"(sub Pop 1994):Band pertama yang membaurkan cinta secara penuh dengan slow tempo dan sound yang megah terkesan hampir mirip grunge namun dengan vokal yang merdu menyayat ditambah ledakan emosi pada klimaks lagu yang pas.

4.Jawbreaker - "24 Hour Revenge Therapy"(Geffen 1994):Punk rock flow dengan lirik lebih introspektif menandai ciri khas jawbreaker.

5.Swing Kids - "Discography"(1992):Menggabungkan beat swing bahkan jazz dengan teriakan - teriakan hardcore frontal namun tetap beralur

6.Portrait - "The Best Off"(1993):Band pertama yang menggabungkan instrumen klasik seperti biola dan cello dengan serangan hardcore dan teriakan mentah tanpa kehilangan alur.


7.Braid - "Movie Music part 1 dan part 2"(Jade Tree records 2001):Kecerdasan math rock dengan lirik pop punk dengan puitisasi cerdas tanpa metafora berlebihan

8.Cap 'N Jazz - "Analphabetapolothology"(Jade Tree Records 1998):math rock pada puncaknya dengan lirik metafora yang sulit dijelaskan namun nyaman di telingan karena alur popnya dan nada - nada yang ceria.Kisah kasih SMA dan keseharian remaja membuat album ini mempunyai daya tarik tersendiri.Kinsella bersaudara memang jenius dan band-band pecahan merekapun mendulang sukses juga.

9.Boys Life - "Departures and Landfalls"(Cargo records 1996):Pembangunan atmosfir yang sempurna,dari awal sampai pertengahan lagu yang pelan kemudian dikagetkan perubahan irama yang begitu cepat dan kemudian turun kembali, atau sebaliknya.

10.Christie Front Drive - "Anthology"(1995 Caulfield records):terima kasih kepada 4 pemuda ini,
Eric Richter (guitar and vocals),Jason Begin (guitar and screams),Kerry McDonald (bass and vocals),Ron Marschall (drums), menggabungkan kesederhanaan pop punk dengan slow tempo hardcore.Lirik yang mudah dicerna dan efek gitar yang biasa.Mempengaruhi band-band macam Story Of The year dan Taking Back Sunday

11.Texas Is The reason - "Do You Know Who You Are?"(revelation records 1996): Sebuah album yang penuh kesederhanaan,beat yang tidak aneh - aneh dan adventurous cenderung punk rock namun romantis di lain pihak.

12.At The Drive In - "On Rolationship Of Command":Di penghujung konflik yang mengakibatkan kebubaran mereka, album terakhir mereka malah menjadi sangat dikenal dan paling ambisius dan monumental dengan serangan latin dan progresif rock di sana sini dan raungan primal cedric menambah aura hardcore ditambah kecerdasan indie rock

13.Dashboard Confessional - "A Mark, a Mission, a Brand, a Scar"(Vagrant 2003):Sebuah jembatan dari kearifan emo lama menuju millenium baru.Nada - nada anthemik dan catchy diiringi nyanyian oktaf tinggi khas Chris Carabba dan lirik yang dalam romantik tanpa terkesan komersil.Membuat Chris Carabba menjadi icon emo abad 21 dan mempengaruhi musisi seperti Secondhand Serenade dan solo act lainnya tentunya dengan kualitas lirik tidak bisa menyamainya.

S.A Jammal

Terimakasih Wikipedia dan www.Fourfa.com untuk infonya dan beberapa koleksi post-hardcore saya di harddisk.













Rabu, 10 Juni 2009

Recode The Revelation Album Launching

"The Gospel of Titik Koma"

Launching album ini sebagai gospel according to Titik Koma. Akhir tahun lalu, selang beberapa minggu setelah rilis mereka di retail-retail toko kaset dan CD di Surabaya, terlayang surat dari ormas yang menyatakan bahwa salah satu lagu dari album mereka yang berjudul "Atas Nama Tuhan" dikatakan tak layak dengar karena isu SARA yang dinilai kental dengan penodaan suatu agama, well of course kalian tahu siapa-siapa pimpinan mereka saat ini yang mendekam di balik terali besi karena religious act yang bar-bar. Mungkin saja mereka tersinggung bahwa penafsiran mereka tentang perintah-perintahNya dinilai salah dalam lirik lagu ini, padahal tujuan lagu ini ingin membuktikan bahwa setiap kekerasan yang berhubungan dengan agama tidak pernah dibenarkan, karena agama adalah rahmat bagi semua manusia, ironisnya surga terlihat lebih diagungkan daripada Tuhannya sendiri. Recode The Revelation pun bukan bermaksud untuk mengajak mengubah isi kitab suci tapi merupakan ajakan untuk sekali lagi, menafsirkan kembali misteri yang ada dalam kitab agar tentunya muncul kebenaran sejati.

Launching album ini nampaknya seakan menjadi ajang pembuktian bahwa dengan segala penundaan dan usaha untuk menghalangi penyebaran tiap kopi album ini tidak ada pengaruhnya terhadap semangat menyatakan pendapat mereka dalam kesadaran berdemokrasi dan hidup dalam negara yang demokratis. Ok, enough the fuss, let’s talk about the goodies. Launching album Recode The Revelation tertulis di pamflet dimulai jam 14.00 WIB, saya pun datang ke venue kurang lebih pukul 15.00 WIB dan voila suasana masih hectic, pendukung acara sibuk menyiapkan meja ticketing, dan tak satu pun pengunjung terlihat. I’m the first man on the spot. Well, ternyata, puji Tuhan alat-alat sudah siap sejak siang. Sebuah kemajuan bagi Indonesia. Acara kemudian dimulai satu jam kemudian, tepat jam 16.00 WIB dengan pembukaan oleh MC, yang kelihatannya dadakan dan terlihat dalam keterpaksaan, mungkin karena penonton yang masih “dapat dihitung tangan” (biasa… acara berbayar, baru ramai saat “malam”). Well, it doesn’t matter, yang saya lihat di sini adalah line-up band yang akan tampil seperti : Strawberry Shortcake, Happy Holiday, No Entry (yeah.. No Entry, something eared absurdiant avant-garde huh?? Cult-rock act yang bahkan salah satu lagunya tak berlirik dan berinstrumen tapi tetap menghibur. Sugenk still alive!!!), Papa Onta Cult, Under My Throat, Smell Street, Albert and The Products, Silly Voice, Never Ending Story, Screaming Out, The Sinners, Incarnation dari Malaysia dan terakhir the main attraction Titik Koma.

Strawberry Shortcake membuka pertama dengan lagu-lagu pop punk, begitu pula Happy Holiday, tipikal sangat SMA, at least still entertaining. Namun rupanya persiapan sound yang matang tidak didukung pula reverb ruangan yang baik. Semuanya terkesan tak terfokus sehingga apa yang dinyanyikan terdengar seperti gumaman tak jelas, terpaksa saya beranjak dari kenyamanan lesehan dengan maju ke depan. Disini terdengar lebih baik, dengan sound monitor yang memperjelas semuanya. Akhirnya kedua opening act menyelesaikan sesi mereka. Tiba saatnya Sugenk dan kawan-kawan No Entry naik panggung. MC memanggil mereka namun belum ada tanda-tanda, rupanya personil mereka belum lengkap, MC pun bersikeras agar mereka naik panggung, dan ya… dengan segala profesionalisme, mereka pun setting alat dan mempermainkannya. Prematurely beautiful, yeah itu yang saya tangkap dari musik mereka. Secara standar umum, musik mereka tak indah, tapi dalam keadaan tak berstruktur itulah terdengar kebebasan total yang tak terbatasi oleh konsep chorus dan verse, chord dan rythm, begitu free layaknya freejazz. Apakah ini yang disebut freemetal?? Haha..!! Berikutnya satu band lagi dengan nama aneh yaitu Papa Onta Cult yang menurut apa yang tertulis di profil myspace mereka post-punk adalah kiblat mereka, dimana era revival-lah mereka berada. Penampilan Papa Onta dibuka dengan sambutan yang agak canggung dan terlihat tak bersemangat. Dilanjutkan lagu pertama mereka Slaughterhouse, sebuah hujatan terhadap perburuan ikan hiu untuk sup sirip dan kulit binatang untuk pakaian. Slaughterhouse terdengar catchy dengan nada bas monoton namun dengan ritme ganjil dan gitar yang menusuk. Applause for these fellas! Kemudian tiba saatnya Under My Throat menghajar tenggorokanmu dengan technical death metal mereka, namun masih terlalu sore untuk pesta rupanya. Audience belum ada yang mengayunkan tangan dan kaki untuk slam-dance and headbang.

20 menit berlalu, Smell Street get on the stage. Trio yang kemarin sukses show di Jogjakarta ini membawakan Escape From Three Corner dengan apik dan tentunya psikadelik, disusul dengan Pink Slip dan dilanjutkan epik kebakaran pasar pabean di daerah Ampel berjudul Momentum Of Fire, intro yang pelan menipu saya untuk mengira lagu ini slowpaced ternyata disusul dengan irama rancak yang dibalut lick sangat metal dan Arabik untuk momen kebakaran, begitu ikonik untuk lagu psychedelic blues ini. Saya pun standing applause untuk mereka. Sesi pertama ini pun diakhiri dengan break maghrib yang begitu singkat datang karena molornya acara, namun memuaskan dan menyisakan Albert and The Products, Silly Voice, Never Ending Story, Screaming Out, The Sinners, Incarnation dan Titik Koma.

Albert and The Products come to see ‘em naked their foot-bangings with the never-going up-adult frontman, Obek. Tampil dengan irama garage rock-new wave yang sayangnya dari awal, sound-out terbungkus dengan setting-an metal yang menutup beberapa sound-sound alternatif menjadi sedikit terasa distortif dan metal. What a stupid word I’ve said?!! Silly Voice terasa mantap ketika menggeber produk-produknya yang sangat cocok dengan karakter sound-out yang metal dan bergema. Suara vocal terdengar semakin jelas karena gema-gema sudah mulai diredam oleh tubuh-tubuh tiap pengunjung malam itu, apalagi di salah satu geberan produknya, sang bassis memutarbalikkan (bukan fakta,RED) instrumen-senar-empatnya dengan cantik di tengah-tengah lagu. Different thing huh??!! (not so common at some metal gig for comparing). Well, begitu pula dengan NES (Never Ending Story), band yang bergema di mulut-mulut mereka yang kemudian sampai membuat telinga saya bergema percaya bahwa musik rock yang mereka bawakan masih bisa divokali beberapa suara pop khas sang vokalis, Yopie, yang juga memungkinkan sekali untuk suara scream. Sangat alternatif, meskipun malam itu saya sempat terkecoh dengan setting-an mixer indoor yang terasa menusuk secara metal. Berikutnya Screaming Out yang berteriak dengan vokal-vokal HC oldskool tanpa paksaan growl atau sekalipun memaksa screaming dengan hentakan guerrilla dan sing along bersama dengan beberapa HC kids yang tidak canggung memporak-porandakan crowd “menonton wayang” yang terasa membosankan dan tenang-tenang saja. (Haha..!!).
Begitu juga dengan The Sinners yang mana orang-orang berumur kerja ini tetap semangat dengan senang dan hip-hip hura crusty punk mereka. Hentakan bass drum si Andri Telek tak pernah terkalahkan oleh rasa capeknya sendiri sebagai drummer rangkap Screaming Out. Circle chaos sempat terjadi di antara giggers yang membosankan (Lagi-lagi..!!). Well, young ‘till they die.

Selanjutnya, Incarnation, band metalcore dari Malaysia. Growl sang vokalis hampir merobek tatanan kepribadian mic panggung diiringi raungan senar-senar dan beat-beat metalnya, meskipun ada sedikit unsur oldskool dari sentuhan HCnya. Grindin’ yer. throats!!




Well, finally, the last and the blast, Titik Koma. Dari awal mungkin kualitas sound-out sebenarnya sudah ter-setting metal, yang lagi-lagi sayangnya terpantul sendiri oleh deretan dinding-dinding indoor ruangan dimana gig berlangsung. Lutfi sedikit menjelaskan visi album Recode The Revelation tentang pengintepretasian kitab suci untuk menghilangkan pandangan fanatisme ekstrim dan fasisme. Langsung diteruskan tembang Recode The Revelation diikuti moshing crowd. Pada saat lagu Silent Killer, Yadd sang vokalis dari Incarnation berduet dengan Lutfi. Sayang sekali pantulan-pantulan suara ruangan semakin membuat noise. Ditambah lagi ketidaktepatan posisi saya di depan panggung untuk mendengarkan mereka dari sound-out.
Dua lagu bergulir dengan reverb dan delay ruangan yang parah namun crowd tidak peduli dan tetap moshing sampai akhir pertunjukkan. Total kurang lebih selusin lagu mereka bawakan. Overall, launching ini begitu variatif dengan line-up yang terdiri dari beragam jenis musik yang ada di Surabaya. Namun tempat yang tidak audio friendly membuat semua seakan kurang tercerna dengan baik. Well, it’s a great album launching from Titik Koma. Sukses selalu buat Titik Koma dan scene kita yang plural.





FriendzineSBY signing off

Written by Tuan Alfan dan Tuan Kentang
Edited by The Damnass

Photos by Ucha Rocks


Grunge Not Dead

Grunge is Not Dead




Yah, rasanya haram jika menyebut dekade 90"s tanpa mengulas kultur grunge. Pada masanya, grunge beralih dari sebatas subkultur menjadi pop-kultur. Telah mengubah wajah dunia dan membuat para anak muda tercium seperti “Smells Like Teen Spirit”. Semangat ala anak muda untuk mendobrak segala bentuk frustrasi!

Grunge Is Dead sempat menjadi term popular pada pertengahan tahun 90-an ketika popularitas grunge sudah mulai mencair. Bahkan Kurt Cobain sering terlihat dipotret sedang mengenakan kaus bertuliskan “Grunge Is Dead” sebelum menjelang kematiannya. Tentu saja, dari namanya ini tentu sebuah ironis. Grunge “telah mati” tapi disatu sisi musisi besar grunge yang mengenakannya. Meski di satu sisi musik grunge telah dianggap mati karena digusur trend yang lebih uptodate dari waktu ke waktu seperti melodic-punk, ska, hip-metal,garage rock,post-punk dan new wave revival, hingga emo, namun kultur musik grunge telah mempengaruhi kultur popular sesudahnya. Bahkan saya berani sesumbar bahwa banyak band di dunia ini yang terpengaruh oleh musik grunge.

Berbicara tentang grunge itu sendiri, mungkin sudah ratusan atau bahkan ribuan artikel yang telah mengulas musik grunge. Atau juga mungkin sudah pada banyak yang tahu seperti apa itu kultur grunge. Tapi di sini, kita akan sedikit membuka ruang otak tentang besarnya pengaruh grunge baik dalam bentuk musik, fashion, hingga kultur. Mungkin pula akan membuka sedikit romansa era 90-an. Ayo kenakan flannel kamu, pakai jeans sobek kamu, dan jadikan Nirvana sebagai soundtrack hidupmu dan lupakan Fall Out Boy untuk sementara! Hell yeah… grunge rules!!!

Grunge dan Musik
Ok, sekarang posisikan diri kalian sebagai anak muda era tahun 1990-an. Terutama kota Seattle. Kota yang berada di ujung barat Amerika ini konon adalah kota yang terisolasi dari kultur dan musik popular. Pada tahun 80-an, memang banyak musisi yang enggan menggelar shownya di kota Seattle. Bahkan para musisi mengatakan bahwa kota Seattle masyarakatnya terlalu apatis terhadap musik. Seperti yang dikatakan oleh Jack Endino, produser kenamaan asal Seattle, bahwa cuaca dingin di Seattle membuat orang enggan pergi keluar rumah dan memilih bermalas-malasan di dalam basement sambil membuat musik berisik untuk mengeluarkan rasa frustrasi.

Para anak muda Amerika saat itu (terutama anak muda Seattle) bosan dan frustrasi dengan bombardir musik glamrock era Bon Jovi, Motley Crue, Poison, dan Guns n Roses. Sebelum kemudian Nirvana mencetak hit luar biasa lewat lagu “Smells Like Teen Spirit” yang begitu digemari anak muda seluruh Amerika dan dunia. Bahkan lagu itu menjadi anthem favorit bagi para anak muda frustrasi yang menolak segala kekangan dan menginginkan kebebasan, seperti Generation X yang dipopularkan novelis Douglas Coupland. Musik grunge pun dikenal dari sebatas sebagai musik local (Seattle Sound), mewabah nasional Amerika, hingga kemudian menjangkiti dunia internasional. Belum lagi kesuksesan luar biasa yang diraih album Nevermind yang terjual sekitar 10 juta kopi waktu itu membuat grunge semakin besar dan besar.

Rasanya ucapan ngasal vokalis Green River (sebelum kemudian berubah jadi Mudhoney) Mark Arm yang berkata,“pure grunge, pure shit” untuk mendeskripsikan jenis musik bandnya telah membawa wacana baru tentang genre musik saat itu. Lewat ucapan Mark itulah dikenal istilah “grunge”. Apalagi dipopulerkan kemudian oleh jurnalis rock asal Inggris dari majalah Melody Maker yang menulis tentang scene local Seattle saat itu yang kemudian dikenal dengan istilah Seattle Sound lewat artikelnya, “Seattle, Rock City”.

Musik grunge dipenuhi oleh riff-riff dengan distorsi gitar kotor, sound yang heavy dan low, gebukan drum yang berat, dan lirik seputar alienasi, frustrasi, rasa marah, kekecewaan, satir, ironis, dan perasaan sosial. Pakar musik banyak mengatakanbahwa musik grunge merupakan evolusi darimusik hard core punk, heavy metal, dan indierock. Sejumlah nama band grunge yang begitudikenal dunia pun hadir seperti Nirvana, PearlJam, Alice In Chains, Mad Season, Melvins, Mother Love Bone, Soundgarden, Green River,Tad, Temple Of The Dog, dsb.

Berbicara tentang musik grunge itu sendiri, tentutak bisa dilepaskan dengan keberadaan sebuahindie-label asal Seattle yang merilis musik-musikgrunge bernama Sub Pop Records. Indie-labelyang didirikan oleh Bruce Pavitt dan JonathanPoneman ini dengan berhasil membuatdokumentasi musik grunge hingga dikenal diberbagai negara lewat kompilasi grungemonumental seperti Sub Pop Singles Club danSub Pop 100.

Grunge dan Fashion
Kemeja flannel, jeans sobek, sepatu converselusuh, rambut gondrong acak-acakan, gak mandisebulan adalah persepsi semua orang soalfashion grunge. Fashion grunge pada tahun 90-an yang ingin ditampilkan tentu saja suatu trendfashion “anti fashion” dan “anti kemapanan”.Apalagi sebelumnya, fenomena glam rock telahmembuat semua orang jadi glamour. Namun,“anti-trend” yang dikumandangkan grunge justrutelah menciptakan trend baru. Para pakar fashionmengatakan bahwa fashion grunge terjadi karenarasa frustrasi anak muda Amerika saat itu. Apalagi image yang ditampilkan para musisimacam Kurt Cobain, Kim Thayil, Eddie Vedder,pun tampil acak-acakkan kayak gitu. Kesan“rebel” dan “riot” (selain lewat menghancurkanalat musik) jadi kredit tersendiri yang sedanghype dalam fashion anak muda era 1990-an.

Bahkan saking fenomenalnya fashion grunge, adasebutan khusus buat anak muda yang bergayagrunge seperti di Inggris disebut dengangrungers sedangkan di Amerika disebutgrungies, well kalau di Indonesia sendiri sayatidak tahu dengan sebutan apa apakah disebutgrunge-holic ataukah grunge-rangers? ah…lupakan saja karena itu rekaan saya saja kok.

Trend fashion grunge pun semakin besar seiringekspos media pada kultur grunge. Trend fashiongrunge itu sendiri dikaitkan dengan hippiecounter-culture pada generasi-generasisebelumnya. Seperti yang terjadi pada ulasanmajalah Vanity Fair seputar grunge fashionbahkan ditampilkan di fashion show 7th Avenue New York. Yeah, seiring popularitas di duniamuncullah mana yang grungers dan grungiesatau grunge poseur. Ah… grunge semakinmenyebalkan.

Grunge dan Pop-culture
Fenomena kesuksesan musik grunge telahmeraih hati jutaan anak muda. Band-bandgrunge seperti Nirvana meraih kesuksesankomersil lewat album Nevermind dan Pearl Jam lewat album Ten. Bahkan album Nevermind menduduki chart nomor satu saat itu. Kemudian klip Soundgarden, “Flower” yang disutradaraiMark Miremont ditayangkan MTV 120 Minutesbeberapa kali, kemudian klimaksnya ketika videoklip Nirvana, “Smells Like Teen Spirit”, yang mengguncang dunia musik saat itu,memperkenalkan grunge pada dunia mainstream.Grunge rules!

Memasuki era pertengahan 90-an, kesuksesangrunge mencapai suksesnya. Band-band grungemulai memasuki industri musik komersil setelah dirilis oleh major label. Nirvana gabung denganGeffen, Alice In Chains tanda tangan kontrakdengan Columbia, dan Pearl Jam bekerjasamabareng Epic. Dengan demikian musik grunge punkian popular ke seantero dunia.

Apakah grunge telah merubah danmempengaruhi kultur?

Hmmm… yes… yes absolutely, secara personalkini Kurt Cobain jadi ikon pop-culture samahalnya dengan Marylin Monroe, Elvis, atau TheBeatles, kemudian festival besar macam Lollapalooza menjadikan band grunge sebagaiheadliner pada tahun 1992 dan 1993, terusmunculnya literature dan dokumentasi seputargrunge seperti yang dilakukan oleh Nirvana danSonic Youth dalam film documenter 1991: The Year Punk Broke dan dokumentasi musik grungepada film documenter Hype!, lalu media besarmacam Rolling Stones mengulas abis-abisan band-band grunge, penjualan album grungeindie label Sub Pop hampir menyamai majorlabel, bahkan scene grunge itu sendiri difilmkandengan baik oleh Cameron Crowe lewat filmSingles, di mana terdapat beberapa band grungeikut tampil. Belum lagi, munculnya istilah post-grunge buat band-band baru semacamSilverchair dan Collective Soul yang terpengaruhbesar oleh musik grunge. Bahkan para fansgrunge menyebut bahwa musik grunge itusendiri sudah
“sell-out”. Seperti yang dikatakanoleh vokalis Pearl Jam, Eddie Vedder ketika musik grunge semakin besar, “when commerce isinvolved, everything changes.”

Akhir kata, seperti yang dikatakan oleh produserasal Seattle, Steve Fisk, “there"ll be no shortageof disaffected youth in America over the next 50years, so there"ll be some great rock"n"rollcoming down the line", Yeah, kultur grungememang dirasakan sebagai kultur orisinilterakhir yang dihasilkan. Benar rasanya apa yangdiucapkan oleh para pakar musik bahwa kulturmusik itu berhenti pada era 90-an karenamemasuki era-era setelahnya hanya berupapengulangan atau penyempurnaan dari kulturmusik sebelumnya.

10 Essential Grunge Album
Various Artist- DeepSix (C/Z,1986)
Sebuah kompilasi yang berpengaruh dalam musik grunge. Berisikan band-band awal grungeseperti Soundgarden, TheMelvins, Malfunkshun, The U-Men, Skin Yard, dan Green River.

Sub Pop 100 Compilation (1986)
Ini adalah kompilasi album berbahaya. Kompilasi yang dirilis tahun 1986 ini diisi diantaranya oleh Sonic Youth, Steve Albini, Steve Fisk, dll. Para produser Seattle yang menjadi barometer Seatlle Sound yang kita kenal.

Nirvana- Nevermind (1991)
Album yang meroketkan nama Nirvana dan kultur Grunge mendunia. Kurt Cobain jadiikon pop-culture dan “Smells Like Teen Spirit” jadi anthem generasi anak muda 90-an.

Stone Temple Pilots- Core (1992)
Band diluar Seattle yang dianggap sukses membesarkan musik grunge. Terutama lewat album Core yang meraih 8 platinum. Album ini dirilis saat musik grunge sedang bergairah. Bahkan para pakar musik menganggap album ini sebagai simbol nyata dari

Mother Love Bone- Apple(1990)
Album ini hanya satu-satunya full-album dari Mother Love Bone. Album ini dirilis setelah kematian frontmannya, AndrewWood.

Pearl Jam- Ten (1991)
Album pertama Pearl Jam ini, bersama Nevermind dari Nirvana meraih kesuksesan komersial dan menjadi garis besar musik grunge popular.

Alice In Chains- Dirt (1992)
Album terbaik dari Alice In Chains dan menjadi album breakthrough musik grunge saat itu.

Soundgarden- Ultra Mega OK (1988)
Videoklip single “Flower” yang ada di album ini kemudian ditayangkan MTV berulang-ulang dan meraih hati para penggemar musik. Single ini dianggap membesarkan musik grunge bahkan album ini meraih penghargaan Grammy Award untuk Best Metal Performance.

Mudhoney-Every Good BoyDeserves Fudge(1991)
Gitaris Steve Turner berkata bahwa ini adalah album terbaik Mudhoney sepanjang masa.Bahkan para pakar musikmengatakan bahwa lewat albuminilah Mudhoney meraih puncakkreativitasnya sebagai album

Mad Season-Above (1995)
Band grungesupergroup yangterdiri dari LayneStaley (Alice InChains), MikeMcReady (Pearl Jam), Barrett Martin (ScreamingTrees), Mark Lanegan (ScreamingTrees) dll. ini hanya merilis satualbum, “Above”. Namun, albumini terasa sangat esensial.


thank to google and my computer.....


-w***yo s***to aka BUDAK EFEK-

Kamis, 04 Juni 2009

Jual Nike baru, belum pernah dipake

DIJUAL CEPAT!!





SNEAKER NIKE 6.0
SIZE 10
100% NEW
HARGA PEMBUKAAN RP 550.000,-
Bisa nego.
Hubungi segera : 03160306975

Hit The Road Volume 1

Hit The Road Volume 1
A Wild Wild Night



29 Mei di penghujung bulan, sekelompok anak muda menggelar perjamuan di pelataran Aiola Store setelah sekian lama Surabaya tidak menggelar sharing gig antar propinsi. Kali ini Others, Nobodies, Hi Mom! (yang ternyata tidak jadi ikut meramaikan gig, diceritakan nanti), Polka Polizei dan TerbujurKaku menjamu Jenny, Saviour, Nervous dan Cangkang Serigala. Sebuah mixtape kelas satu yang terwujud nyata. Dibuka dengan teriakan liar dari Ican dan Phleg, dua talent dari Cangkang Serigala dan TerbujurKaku (sebelumnya acara sempat molor karena Polka Polizei dan MC belum datang).


Langit yang terang dan udara kering menandakan alam mengijinkan kami menggelar acara dan Polka Polizei pun mengawali dengan track "Oliver", begitu kencang begitu dahsyat, sebuah appetizer yang menggairahkan!! Untuk selanjutnya, kami digiring ke "Travesty Humiliate" yang kembali mengguncang karena dalam review sebelumnya lagu-lagu mereka masih saya anggap monoton, dan kali ini mereka menanggapinya dengan pembuktian yang mantab. Drumming yang meleset di tengah lagu malah memberi progresi yang unik, daripada rapi yang robotik seperti yang lalu-lalu. Diakhiri dengan "One Dimension" yang nampaknya selalu berhasil membuat saya terkesan.


Saviour pun menggantikan setelah Polka Polize, dengan intro yang toksik, ada aroma metallica di sini dicampur keliaran New York-garage.
Dilanjutkan dengan lagu "Sudahlah-sudah" yang energik membawa tensi penonton naik walaupun ruang gerak begitu kecil. Lalu berlanjut dengan lagu yang-entah-saya-tak-dengar-judulnya namun masih passionate, dan yang mengejutkan, mereka melanjutkan dengan mengkover lagu The Strokes dari album Is This It. Mereka nampaknya masih memuja para penyelamat musik rock tersebut. Tembang "It's Over" pun berkumandang sebagai tanda akhir sesi mereka, sungguh berbeda ketika saya melihat mereka perform di Jogja beberapa tahun silam, hmm.. lebih matang saya kira.


Sesi pun bergulir ke atraksi musik paling edan yaitu TerbujurKaku, menggeber track-track remix ala breakcore dari lagu-lagu "Baby Hit Me One More Time" sampai Vierra yang "Dengarlah Curhatku", belum pernah saya melihat one man show seganas ini. Dengan visual yang sick, gabungan antara flash animation, video klip metal, parodi Bollywood dari thrillernya Jacko sampai goyang dangdut di televisi.


Dilanjutkan sesi Cangkang Serigala, death metal midi karaoke yang mana si Ican dan Oka performnya menggunakan laptop Phleg TerbujurKaku sebagai imannya, maka terjadilah pergumulan antara TerbujurKaku dan Cangkang Serigala.


Diawali dengan orasi-orasi yang mengguncang iman dari duo Cangkang Serigala dan seorang roadie setia yang kebetulan kuliah di sini yaitu Kuro(jaket merah) Pemuda Akhlak Hewan. Dimulailah kemudian duo sesat yang betul-betul edan dengan remix lagu-lagu metal mulai dari Slayer, ditambah ada microphone idle dipakai crowd untuk teriak-teriak liar, sungguh ramai.


Nervous pun melanjutkan dengan track instrumental yang sedikit mengingatkan saya pada era no wave New York 90-an, lalu disusul lagu "Gelap" yang very soothing sampai gitaris kedua pun naik kick drum dan lagu selanjutnya yang juga yang-entah-saya-tak-dengar-judulnya tapi teringat intro yang membawa saya pada judul "Love" (mungkin), sekali lagi sang gitaris di akhir lagu melakukan aksi sepuluh tahun silam ala Cobain, menabrak set drum yang mungkin membuat panitia dag dig dug.


Bergulir ke garda depan post rock lokal yaitu Others dengan lagu baru yang belum berjudul yang sedikit mengarah ke post doom dengan visualisasi cuplikan film Saving Private Ryan klop menambah nuansa bengis lagu ini. Dilanjutkan "Intro" selama beberapa menit dan lagu "I Live At The Messy World" dengan visualisasi galaksi dan bintang-bintang membawa aura kosmik keluar dari mereka, kemudian langsung dilanjutkan lagu terakhir "Fire For Freedom" dengan beat yang sungguh anggun, sedikit upbeat membuat saya seakan lari tanpa beranjak darimana pun.


Jenny pun akhirnya mulai mempersiapkan diri di stage. Setelah sehari dijamu wawancara di sebuah stasiun radio lokal, memulai agresi dengan "Mati Muda", disusul dengan lagu-lagu "Maha Oke", "Monster Karaoke", "Menangisi Akhir Pekan" dan "Manifesto Postmodernisme" dari LP terbaru mereka Manifesto.


Pada sesi ini saya melihat pemandangan yang membuat saya terharu, sebuah pemandangan yang sangat dramatis. Diliputi crowd choir hampir di setiap lagu, Farid sang vokalis begitu liar membawa crowd headbang dan berdansa , bahkan panitia yang sedikit nervous akan keselamatan alat pun ikut larut dalam festivity ini.


Hujan gerimis sedikit membuat panik panitia ketika Jenny masih meneruskan performance mereka sampai habis. Saat itu juga alat-alat diungsikan ke tempat yang aman, namun sialnya hujan pun berhenti, dan lebih sialnya lagi gitaris dari Hi Mom! terlanjur pulang dan Hi Mom! tidak bisa bermain perihal personil minus one. Di samping gambling antara melanjutkan acara atau tidak itu, Ican dengan ganasnya meracau sambil mengitari venue, menambah keliaran malam itu.


Atas keputusan dari diskusi antara petinggi Aiola Store dan panitia, acara diteruskan dan langsung di-skip ke talent berikutnya yaitu The Nobodies. Panitia dan teman-teman guest star kembali mengangkuti alat-alat ke tempat stage semula berada. Setelah semua "lock and loaded" langsung crowd dihajar dengan track "Every Minute Every Boring" dari The Nobodies, terlihat hanya beberapa local friends yang ikut festivity ini dan choiring,

Photobucket
yang lain nampak lelah namun applause begitu ramai setelah lagu ini selesai. Berlanjut dengan "Homohominilupus" yang kembali memakan audience sendiri. Tanpa basa-basi pun, "No Action Talk Only" diluncurkan sekaligus menutup acara ini. By far, ini adalah the best exchange gig yang pernah saya hadiri.
A wild wild night!!!!

FriendzineSBY signing off

by: S.A Jammal
photo: Denan Bagus
editor: M.santai, Tuan Kentang